Waspadai Serangan Nyamuk Bangsawan
Semua desa di Bojonegoro pernah menjadi desa endemik
DBD. Masyarakat diminta waspada terhadap
serangan nyamuk bangsawan yang bisa mengakibatkan kematian.
Masyarakat harus waspada terhadap
serangan penyakit saat memasuki musim penghujan seperti ini. Salah satunya demam
berdarah dengue (DBD). Sebab Jika terlambat ditangani, penyakit ini bisa
menyebabkan kematian.
Dinas Kesehatan Bojonegoro mencatat,
sepanjang Januari hingga Februari 2016 ini, jumlah kasus DBD sebanyak 153
orang, dan 5 orang dinyatakan meninggal dunia. Rinciannya, pada Januari jumlah
kasus sebanyak 125, dan 3 orang meninggal dunia. Kemudian hingga pertengah
Februari sebanyak 28 kasus, dan 2 orang meninggal dunia.
Menurut Kepala Seksi Pengendalian Penyakit
Bidang Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan
Bojonegoro, Dr. Whenny Dyah Prajanti, ada beberapa faktor yang menyebabkan
masih tingginya serangan DBD di wilayah Bojonegoro. Yakni aedes aegypty pada siklus hidup nyamuk yang dipengarhui oleh
iklim atau cuaca atau curah hujan. Selain itu, lanjut dia, lingkungan yang
menjadi kateristik tempat berkembangbiaknya nyamuk di air bersih yang tergenang
lebih dari tujuh hari.
“Dua hal itu yang sangat mempengaruhi
perkembangan nyamuk bangswawan ini,” kata Whenny kepada Warta Bojonegoro di
ruang kerjanya pekan ketiga Februari lalu.
Serangan DB merupakan salah satu
penyakit berbahaya karena bisa mematikan jika tidak segara mendapat penanganan.
Untuk menangani penyakit ini, tindakan pertama yang dilakukan adalah dengan
memberikan minum air putih yang banyak kepada penderita, obat turun panas, dan
apa bila dalam dua hari tidak ada perubahan harus dibawa ke petugas medis
terdekat.
“Ini agar pasien segara mendapat
perawatan yang lebih intensif agar tidak terlambat dan terjadi kejadian fatal,”
ujar mantan Kepala Puskesmas Ngumpakdalem, Kecamatan Dander itu.
Penanganan terlambat terhadap penderita
DBD itu terkadang disebabkan karena pasien terkecoh dengan siklus DBD yang
dikenal dengan siklus pelana kuda. Dimana siklus demam berdarah itu dikenal
dengan pelana kuda. Artinya, ada fase (demam) turun sebentar, lalu bisa panas
lagi.
“Itu justru fase yang harus
diwaspadai," tegas dia.
Biasanya, pada hari kedua hingga ketiga
demam sangat tinggi. Kemudian, pada hari keempat demam turun dan biasanya
pasien akan terlihat sehat kembali. Orangtua pun mulai mengizinkan anak mereka
kembali sekolah. Padahal, pada fase demam turun itulah bagian kritis dari
penyakit DBD. Setelah itu, pada hari kelima atau keenam, demam akan kembali
tinggi.
Gejala awal DBD memang kerap tak
disadari karena mirip dengan demam biasa. Namun, pada musim hujan seperti ini
sebaiknya waspadai DBD ketika demam dan langsung periksa ke dokter. "DBD
harus pemeriksaan fisik untuk cek trombosit. Jangan ditunda-tunda," saran
Whenny.
Whenny mengungkapkan, semua desa di
Bojonegoro merupakan daerah endemic DB, kecuali Desa di wilayah Kecamatan
Sekar. Karena di desa merupakan daerah dataran tinggi yang tak disukai oleh
nyamuk aedes aegypty.
“Semua
desa pernah mengalami endemic. Namun kondisi ini berubah-ubah. Artinya, tahun
kemarin endemic, bisa jadi tahun ini tidak,” pungkas wanita asal Jember itu.
Yati, salah satu ibu yang anaknya
menderita DBD, mengatakan, sebelum dibawa ke rumah sakit, anaknya menderita
demam tinggi. Setelah sampel darahnya diambil dan diuji di laboratorium,
diketahui bahwa anaknya terjangkit wabah demam berdarah. Saat ini, sejumlah
rumah sakit di Bojonegoro dipenuhi pasien DBD, seperti di RSUD Sosodoro
Jatikusumo Bojonegoro. Selain RSUD tersebut, RSUD Padangan juga menampung 14
pasien DBD dan RSUD Sumberejo merawat 25 pasien.
Senada juga disampaikan, Endang, warga
Ngumpakdalem, Kecamatan Dander. Diar, putranya, juga terserang DBD dan dirawat
di Rumah Sakit Aisiyah. Endang mengungkapkan, putranya awalnya mengeluhkan
sakit panas dan pusing. Namun panas yang diderita anaknya tak menentu, kadang
panas, kadang dingin.
“Karena
saya curiga panasnya aneh, langsung saya bawa kesini. Sesuai hasil tes darah
ternyata trombositnya turun, dan dinyatakan postif DBD,” sambung Endang.
Dari jumlah tersebut di antara
kelima korban yang meninggal dunia itu semuanya merupakan anak-anak yang
berusia antara 3-12 tahun. Usia tersebut memang rentan terserang virus yang
disebabkan gigitan nyamuk aedes aegypty.
Meskipun tahun ini ini penderita orangtua juga banyak tapi tidak ada
yang meninggal.
Sementara, ratusan pasien DB itu
dirawat di 28 Puskesmas yang ada di Bojonegoro. Puskesmas Kecamatan Kanor
misalnya, saat ini merawat sebanyak 20 pasien DB. Itu tercatat tinggi dibanding
kecamatan lain, sebab Kanor merupakan wilayah endemis DB.
"20 pasien itu anak-anak 14,
sedangkan orang tua 6 pasien," ujar Uliyah Astutik, penanggungjawab rawat
inap Puskesmas Kanor ditemui terpisah.
Selain di Kecamatan Kanor, beberapa
Puskesmas di wilayah endemis di Kota Ledre juga merawat banyak pasien DB.
Diantaranya, Gayam, Purwosari, Temayang, Balen dan Kapas.
Selain daerah endemis, pasien DBD
sudah tersebar di 20 titik di Kabupaten Bojonegoro, seperti Kecamatan Balen,
Baureno, Bubulan, Bojonegoro, Sumberejo, Sukosewu, Kedungadem, Dander,
Kepohbaru, dan Sugihwaras.(*)
Laporan Kasus dan Penanggulangan
Penyakit DBD Bojonegoro Tahun 2015
Kondisi sampai dengan tanggal 28-12-2015
(kolom
belum diketik)
0 comments:
Post a Comment